oleh

Festival Kuliner Tradisional Warnai HUT ke-26 Nunukan: Cita Rasa yang Menyatukan Perbatasan

NUNUKAN,klikkaltara.id – Di tengah derasnya arus modernisasi dan pengaruh budaya asing, masyarakat Kabupaten Nunukan menunjukkan komitmen kuat untuk melestarikan identitas budaya melalui kekayaan kuliner tradisional.

Hal itu tampak jelas dalam Festival Kuliner Tradisional yang menjadi bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Kabupaten Nunukan, Rabu (15/10/2025).

Festival ini bukan sekadar ajang menikmati kuliner, melainkan juga ruang pertemuan budaya yang mempertemukan berbagai etnis di wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia.

Mulai dari suku Dayak Lundayeh di dataran tinggi Krayan hingga suku Tidung di wilayah pesisir, setiap hidangan yang disajikan merepresentasikan sejarah dan identitas masyarakat perbatasan.

“Resep adalah Warisan Budaya”

Bupati Nunukan H. Irwan Sabri menegaskan pentingnya menjaga kuliner tradisional sebagai bagian dari pelestarian budaya nonbenda.

Menurutnya, setiap resep mengandung filosofi dan nilai sosial yang patut diwariskan kepada generasi penerus.

“Setiap bahan dan cara memasak menyimpan makna sosial dan sejarah yang mendalam. Inilah identitas kita sebagai masyarakat perbatasan yang kaya akan budaya,” ujar Irwan saat meninjau stan peserta festival.

Ia menambahkan, pemerintah daerah akan terus mendorong kegiatan pelestarian budaya, termasuk melalui pelatihan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kuliner.

“Kuliner bisa menjadi alat diplomasi budaya sekaligus promosi pariwisata yang efektif. Kami ingin dunia tahu, di ujung utara Indonesia ada cita rasa yang tak tergantikan,” tambahnya.

Cita Rasa dari Pegunungan hingga Pesisir

Salah satu peserta, Karolina, perwakilan suku Dayak Lundayeh, memperkenalkan lontong khas beras Adan, padi organik dari pegunungan Krayan yang sudah dikenal hingga mancanegara.

Ia juga menyajikan umbut pisang sanggar dan jamur tumis rempah, dua hidangan adat yang biasanya hadir dalam upacara sakral.

“Setiap makanan memiliki makna mendalam. Kami memasaknya secara turun-temurun, karena setiap masakan menyimpan cerita unik,” ujarnya.

Dari wilayah pesisir, Edy Sasmito, penggiat kuliner tradisional suku Tidung, membawa hidangan khas seperti Nasi Besubut,nasi bercampur jagung atau pisang sebagai simbol perjuangan di masa sulit,serta Umbus Musilui (daun singkong tumbuk) dan Kanon Masin Gami, ikan asin pedas khas Tidung.

“Generasi muda harus memahami bahwa makanan ini bukan sekadar lauk pauk, tapi warisan berharga dari leluhur kita,” tegas Edy.

Warisan yang Terus Dihidupkan

Festival ini tidak hanya menghadirkan kelezatan kuliner, tetapi juga menjadi ruang refleksi tentang pentingnya menjaga jati diri di tengah modernisasi.

Melalui cita rasa lokal yang terus diwariskan, masyarakat Nunukan membuktikan bahwa di perbatasan, budaya bukan hanya soal batas wilayah melainkan juga soal rasa, ingatan, dan kebanggaan. (Adv)

News Feed