oleh

Bea Cukai Nunukan Musnahkan Barang Ilegal, DPRD: Lindungi Masyarakat Perbatasan

NUNUKAN,klikkaltara.id – Bea Cukai Nunukan bersama TNI dan Polri memusnahkan berbagai jenis barang ilegal hasil penindakan di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Kegiatan yang berlangsung di Kantor Bea Cukai Nunukan, Selasa (14/10/2025) itu turut dihadiri sejumlah pihak, termasuk perwakilan DPRD Kabupaten Nunukan.

Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Muliyono, yang hadir langsung dalam kegiatan tersebut menyampaikan apresiasinya terhadap langkah tegas Bea Cukai dalam memerangi peredaran barang ilegal di perbatasan.

“Kami di DPRD, khususnya Komisi I yang membidangi perizinan, tentu berkolaborasi dengan Bea Cukai. Dan kami sangat mengapresiasi kegiatan pemusnahan hari ini,” ujar Andi.

Ia menilai, pemusnahan barang-barang tanpa izin ini merupakan langkah konkret untuk melindungi masyarakat perbatasan dari dampak negatif peredaran barang ilegal yang bisa merugikan negara dan konsumen.

“Bahkan tadi ada juga barang yang dihibahkan, artinya ada juga yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Tapi memang perlu peningkatan lagi,” lanjutnya.

Andi juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap barang-barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng dan tabung gas yang sering kali sulit dijangkau oleh masyarakat perbatasan.

“Mungkin kita semua di sini belum melihat, di mana minyak goreng? Ada nggak tadi? Saya nggak lihat. Padahal itu kan kebutuhan pokok kita,” ucapnya.

Ia mengajak seluruh pihak, termasuk insan pers, untuk mengkritisi jalur masuk barang-barang tersebut dan menyoroti tanggung jawab pemerintah dalam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok di daerah perbatasan.

“Ini menyangkut konsekuensi kita sebagai bangsa, terutama pemerintah Republik Indonesia. Perbatasan adalah tanggung jawab kita semua,” tegas Andi.

Selain itu, ia juga menyinggung adanya kesepakatan perdagangan lintas batas antara Indonesia dan Malaysia yang memungkinkan warga perbatasan berbelanja di negara tetangga dengan batas nilai tertentu.

“Ada kesepakatan antara pemerintah Malaysia dan Indonesia, kalau nggak salah nilainya 600 ringgit. Tapi yang jadi pertanyaan, apakah pembelinya itu benar-benar masyarakat langsung atau justru pengusaha?” katanya.

Menurutnya, hal ini penting untuk dievaluasi agar tidak terjadi penyalahgunaan jalur perdagangan yang justru menguntungkan oknum tertentu.

“Kita perlu koreksi bersama. Kesadaran masyarakat tentang hukum juga harus dibangun. Bagaimana sebenarnya aturan ekspor-impor itu, karena kita nggak bisa serta-merta menyalahkan masyarakat,” ujarnya.

Andi juga menyoroti kondisi fisik perbatasan Indonesia–Malaysia yang masih terbuka dan rawan keluar-masuk barang ilegal.

“Kita lihat sendiri, perbatasan itu hanya dibatasi patok. Tidak ada pintu gerbang atau pos resmi yang ketat. Jadi wajar kalau masyarakat kadang bingung mana yang legal dan mana yang ilegal,” jelasnya.

Di akhir pernyataannya, Andi berharap kegiatan seperti ini bisa terus dilakukan dengan peningkatan pengawasan dan edukasi masyarakat.

“Harapan kita, perbatasan bisa menjadi wilayah yang tertib dan aman dari peredaran barang ilegal,” tutupnya.